Daniel Johan Dorong Reformasi Perizinan untuk Cegah Karhutla
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan. Foto: dok/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kebakaran lahan gambut dinilai bukan sekadar akibat pembakaran ilegal, tetapi mencerminkan lemahnya sistem pengelolaan lahan nasional. Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, mendorong pemerintah segera mereformasi tata kelola, memperkuat sistem deteksi dini, serta melibatkan masyarakat lokal dan adat sebagai mitra pengawasan.
“Kebakaran lahan gambut adalah isu lintas sektor yang kompleks. Komisi IV mendorong pemerintah untuk memperkuat koordinasi dan sinergi antara Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta instansi terkait lainnya agar tata kelola lahan gambut dilakukan secara terpadu, berkelanjutan, dan berorientasi pada konservasi ekosistem sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat lokal,” kata Daniel Johan dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).
Peringatan tersebut disampaikan menyusul kembali merebaknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah, seperti Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, hingga Kalimantan Barat. Di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kebakaran dilaporkan telah melahap lebih dari 200 hektare lahan gambut. Sementara itu, Kalimantan Barat mencatat 399 hotspot yang tersebar di berbagai kabupaten, termasuk lonjakan signifikan di Sanggau, Sintang, dan Mempawah.
Daniel menyambut baik langkah pemerintah pusat yang telah mengerahkan helikopter water bombing, operasi modifikasi cuaca, hingga mobilisasi tim terpadu. Namun, ia menekankan bahwa pendekatan preventif jauh lebih efektif dan hemat biaya dibandingkan penanganan di lapangan setelah api meluas.
“Upaya pencegahan adalah kunci utama. Penanganan setelah kebakaran terjadi tentu jauh lebih mahal dan merusak,” ujarnya.
Selain memperkuat deteksi dini berbasis teknologi satelit dan sensor, Daniel mendorong pembaruan sistem perizinan lahan yang selama ini dinilai tumpang tindih dan membuka celah penyalahgunaan.
Ia menilai bahwa pengawasan berbasis teknologi saja tidak cukup tanpa melibatkan komunitas lokal sebagai garda depan pelestarian ekosistem.
“Karena mereka memiliki pengetahuan tradisional yang dapat mencegah praktik pembakaran,” jelas legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Barat I itu.
Menurut Daniel, pendekatan sistemik dan kolaboratif diperlukan agar masalah karhutla bisa ditangani secara berkelanjutan. Ia menekankan perlunya kebijakan yang tidak hanya reaktif saat kebakaran terjadi, tetapi juga inklusif dan proaktif dalam mengelola lahan.
“Serta memastikan keberpihakan pada keberlanjutan lingkungan sekaligus mengakomodasi kepentingan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup pada lahan gambut,” tegasnya.
Ia pun mendukung penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan, termasuk sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan.
“Penegakan hukum penting, tapi jangan sampai ini menjadi langkah kuratif yang belum menyentuh akar permasalahan. Pemerintah harus bisa menyelesaikan masalah karhutla dari hulu ke hilir agar karhutla tak lagi menjadi bencana tahunan,” tutup Daniel.
Dilansir dari berbagai sumber, Kalimantan Barat menghadapi kondisi darurat akibat meningkatnya kebakaran hutan dan lahan, dengan 399 hotspot terpantau hingga 23 Juli 2025, tersebar di sejumlah kabupaten, terutama Sanggau, Sintang, dan Mempawah. (uc/aha)